Jumat, 04 September 2009

Dzikir Itu Taat Syariat

Dzikir itu ingat. Awal dari dzikir itu gerak hati. Hanya hati yang beriman yang berdzikir (Al Ahzab: 41, Ar Ra'du 28). Orang beriman selalu berdzikir. Dimulai dari dzikir kemudian dilanjutkan dengan dzikir akal. Hati yang penuh dengan dzikir, akalnya itu membawa hikmah. Hikmah yang paling besar adalah semakin bertambah ilmunya dan semakin takut kepada Allah.

Ada orang yang bertambah ilmu tapi tidak bertambah hidayah padanya, malah tambah jauh kepada Allah. Ini karena memang ilmunya bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ilmunya hanya untuk dirinya, dunia, untuk statusnya, untuk duit.

Ini bisa saja terjadi kepada seorang pendakwah sekalipun. Dia mencari ilmu supaya untuk bisa dakwah, bukan untuk diamalkan dan takut kepada Allah. Dakwah itu poin yang kesekian. Jadi thalabul 'ilmi itu, jadilah orang yang terbaik di antara kita yakni dengan belajar dan mengajarkan Alquran.

Yang ketiga adalah dzikir lisan. Ini terjemahan dari dzikir hati. Hati iman, akal iman, keduanya mendorong orang tersebut untuk berdzikir sehingga dia paham benar bahwa gerak alam ini berdzikir. Sedangkan lidah berdzikir, sebagaimana tangan bersedekah. Kaki untuk berjihad. Dan seterusnya.

Wujud amalan dzikir adalah akhlak yang mulia. Dia selalu ingat kepada Allah yang mempunyai alam semesta ini. Orang yang selalu berdzikir itu selalu dijaga hatinya. Itu buah dari berdzikir. Allah tujuannya, Rasul teladannya. Dunia menjadi majlis dzikir. Kenapa? Karena apa yang dia lihat, dia dengar adalah dzikir. Semua presitiwa yang terjadi membuat kita berdzikir. Bahkan melihat orang yang maksiat kepada Allah, membuat kita berdzikir pula kepada Allah.

Orang yang berdzikir, energinya ibadah. Bicaranya dakwah. Tidak ada pembicaraan yang lebih baik selain dakwah. Dia berpikir bahwa setiap detik nafas ini dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Matanya rahmat, orang yang berzikir penuh kasih sayang. Telinganya terjaga artinya dia dengar semua perkataan tapi dia bisa memilah dan memilih, pikirannya baik sangka, optimisnya tinggi sekali. Perenungannya luar biasa, tidak sinis, tidak pesimis dan tidak suka menvonis. Dia suka mendoakan kepada orang lain agar mendapatkan hidayah Allah.

Orang yang berdzikir, tangannya suka bersedekah, suka menolong. Karunia besar bukan dilihat kekayaan tapi kedermawanan. Kekuatan adalah silaturahim maka itu langkah yang penting. Ini buah dari orang yang selalu berzikir. Makanya rukun Islam yang intinya syahadat, shalat, puasa, zakat, haji, semuanya adalah perjalanan dzikir. Berzikirlah kalian sebagai mana kalian memanggil-manggil orang tuamu ya abi, ya umi. Termasuk di dalamnya mencari rezeki yang halal. Carilah karunia Allah dan teruslah banyak berdzikir. Jadi zikir itu sangat universal.

Sayangnya dzikir selama ini diartikan sempit seolah-olah hanyalah duduk di atas hamparan sejadah. Bahkan ada yang menjadikan dzikir itu sebagai kompensasi dari sebuah pelanggaran terhadap ketentuan Allah. Dzikir lagi… maksiat lagi. Nah, itu dzikiran namanya, karena tidak membawa perubahan dan tidak membawa kesenangan pada yang halal.

Karena itu jika dzikir belum membangkitkan energi jihad, belum dzikir namanya. Ini puncaknya dalam Islam. Siapa orang berdzikir, dia taat kepada Allah. Robbana fil Islam wa jihad fi sabilillah, ini kata kuncinya. Kesufian dalam Islam adalah berjihad, memaksimalkan pengabdian diri kepada Allah. Yang kedua mempersiapkan diri menjadi Khalifah. Yang ketiga menegakkan amar ma'ruf nahi munkar. - 12 Agustus 2009


Sumber :

Ust. Muhammad Arifin Ilham

http://www.mediaumat.com/content/view/746/2/

5 September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar